Pekanbaru, MenaraRiau.com– Dalam sebuah momentum yang sarat makna menjelang Hari Bhayangkara ke-79, Kapolda Riau Irjen Pol. Herry Herjawan mengambil langkah yang tidak biasa namun sangat menyentuh: menjadi bapak angkat dua gajah sumatera, Domang dan Tari, yang hidup di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo, Kabupaten Pelalawan.
Keputusan ini bukan sekadar simbolik. Di hadapan awak media pada Senin (23/6/2025) dalam sebuah konferensi pers, Kapolda Herry menyampaikan komitmen kuat terhadap pelestarian lingkungan dan keadilan ekologis.
“Saya pribadi sebagai orang tua angkat Domang dan Tari. Mereka tidak bisa membuat puisi, tidak bisa orasi, tapi saya akan menjadi corong suara mereka. Saya wakil mereka untuk menyampaikan keadilan yang mereka tidak bisa teriakkan,” ujar Irjen Herry penuh empati.
Gajah-gajah ini, yang seharusnya hidup damai di hutan, kini menjadi simbol kerusakan ekosistem akibat perambahan hutan ilegal dan konflik agraria.
Kapolda menyebutkan bahwa tindakan ini merupakan bagian dari tagline “Melindungi Tuah, Menjaga Marwah”, semboyan yang ia bawa sejak awal menjabat.
Sebagai bagian dari komitmen tersebut, Polda Riau saat ini telah menetapkan 1 tersangka dalam kasus perusakan kawasan hutan di Kabupaten Siak, termasuk pelaku yang memanipulasi klaim adat untuk menjual kawasan konservasi.
“Kita tidak anti terhadap kearifan lokal, tetapi kita tidak akan mentoleransi penyalahgunaan status adat untuk merusak lingkungan. Kawasan konservasi adalah rumah bagi Domang, Tari, dan gajah-gajah lain yang kini menjadi korban keserakahan manusia,” tegas Kapolda.
"Green Police": Penegakan Hukum Berbasis Keberlanjutan
Langkah-langkah penegakan hukum ini merupakan bagian dari konsep Green Police, pendekatan kepolisian berbasis pelestarian lingkungan yang diusung Polda Riau.
Konsep ini menekankan bukan hanya pada penindakan hukum, tetapi juga membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian hutan dan sumber daya alam untuk generasi mendatang.
“Kami tidak hanya menindak, tapi juga membangun jembatan antara manusia dan alam. Hutan bukan milik sekelompok orang, melainkan milik kita semua. Dan lebih dari itu, milik anak-anak kita di masa depan,” ujar Kapolda.
Dalam suasana yang lebih akrab, Kapolda membagikan kaos kepada awak media bertuliskan pesan-pesan lingkungan yang ia sebut sebagai titipan dari Domang dan Tari, simbol kasih dan harapan dari makhluk yang tidak bisa berbicara namun bisa merasa.
Kisah ini bukan hanya tentang perlindungan satwa liar, tetapi juga tentang pemulihan martabat alam dan masyarakat. Tentang keberanian seorang pemimpin untuk berdiri tidak hanya di sisi hukum, tapi juga di sisi hati nurani.
Langkah Kapolda Riau ini patut menjadi contoh nasional: penegakan hukum yang tidak kering dari nilai-nilai kemanusiaan dan cinta lingkungan. Karena di balik setiap batang pohon yang ditebang dan setiap jejak gajah yang hilang, ada tangis sunyi alam yang menunggu untuk didengar.
Rilis.humas